“Kerusakan terjadi di mana-mana karena ulah tangan manusia”
(Ar-Ruum, 30.34)

Sekarang ini, perekonomian dunia termasuk Indonesia tengah memasuki suatu fase yang sangat tidak stabil dan masa depan yang sama sekali tidak menentu. Setelah mengalami masa sulit karena tingginya inflasi, ekonomi dunia kembali mengalami resesi yang mendalam, tingkat pengangguran makin meningkat kronis, ditambah tingginya tingkat suku bunga riil serta fluktuasi nilai tukar yang tidak sehat. Anjloknya nilai tukar  mata uang negara-negara Asean misalnya terhadap Dollar Amerika. Dampaknya tentu saja kehancuran di sendi-sendi perekonomian negara yang sedang berkembang di Asean termasuk di Indonesia. Puluhan proyek-proyek raksasa terpaksa mengalami penjadwalan ulang, ratusan pengusaha gulung tikar, harga sembako dan jasa mengalami kenaikan tak terkendali.
Meskipun proses penanggulangan dan penyembuhan dari penyakit-penyakit kronis ini sedang berlangsung terus namun berbagai ketidakpastian masih saja membayangi. Tingkat bunga yang terus tidak stabil dan cenderung  membumbung tinggi mengindikasikan bahwa proses penyembuhan mengalami kegagagan. Krisis tersebut semakin memprihatinkan karena bertambahnya kemiskinan ekstrim di banyak negara, berbagai bentuk ketidak adilan social ekonomi, besarnya defisit neraca pembayaran dan ketidakmampuan beberapa nergara berkembang untuk membayar hutang . . Henry Kissinger dan kebanyakan ekonom sepakat mengatakan bahwa ”Tidak ada satupun diantara teori atau konsep ekonomi sebelum ini yang tampak mampu menjelaskan krisis ekonomi dunia sekarang ini.”
KRISIS  1997/1998  TERULANG
Di tahun 2007 yang lalu halaman utama Replublika  membuat judul berita “Situasi saat ini Mirip Krisis” Judul tersebut merupakan kutipan/pernyataan langsung Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sebuah konfrensi pers. Pernyataan tersebut hanyalah analisis/hipitesis beliau setelah ,mengikuti pertemuan internasional dengan para pejabat ADB (Bank Pembangunan Asia)dan konsultan asing di Kyoto-Jepang.
Hari berikutnya, Menteri Perekonomian dan Gubernur Bank Indonesia serta Tim Ekonomi SBY-JK tidak sepakat dengan pernyataan itu. Walaupun demikian kita tidak boleh menutup mata dengan fakta yang ada sbb: pertama: Sepuluh tahun sudah krisis berlalu tapi sampai sekarang masyarakat kecil masih merasakan dampaknya. Kesempatan mencari kerja begitu sulit. Kesejahteraan masyarakat bawah semakin buruk karena lonjakan harga-harga kebutuhan pokok. Rezim berubah tapi kondisi rakyat tidak berubah, malah semakin terpuruk
Kedua : Krisis ini juga disebabkan  karena Indonesia mengalami stabilitas makro ekonomi semu yang dibuktikan dengan tingginya cadangan devisa negara tetapi tidak didukung oleh meningkatnya daya saing maupun produktifitas di sector riil (baca. UKM, UMKM). Derasnya dana-dana jangka pendek yang masuk ke Indonesia karena kelebihan likuiditas di pasar global mengakibatkan sector ekonomi finansial menggelembung (bubble economy) yang sewaktu-waktu bisa meledak kalau tidak dibarengi dengan meningkatnya sector riil di tengah-tengah masyarakat.
AKAR MASALAH
Diakui secara objektif bahwa pemerintah sudah berusaha melakukan berbagai upaya untuk memulihkan kondisi ini tetapi sangat disayangkan  bahwa usaha tersebut hanya bersifat komestikal, hanya menyentuh bagian permukaan belum mencapai akar permasalahan yang sebenarnya.
Target yang mesti dicapai adalah kesejahteraan dan kesehatan social yang terpancar dari kesadaran manusia disertai dengan keadilan dan keterbukaan pada semua tingkat interaksi manusia. Target hanya bisa dicapai jika ada transformasi moral pada setiap individu.
Kebahagian manusia tergantung kepada pemenuhan kebutuhan material dan spritual yang seimbang. Tetapi dengan adanya degradasi moral akhirnya munculah jiwa-jiwa konsumtiv yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam sikap dan aspirasi.
Ada semacam keinginan berlebihan atau pemuasan keinginan material yang sudah menjangkit pada masyarakat “modern”kita. Seluruh upaya, secara langsung maupun tidak langsung bahkan jalan halal maupun haram dilakukan hanya untuk memuaskan nafsu sesaat. Jiwa-jiwa hedonisme, materialisme dan konsumtivisme melanda hampir dieleruh anggota masyarakat.. John K. Galbraith (The New Industrial State. h. 153) menyatakan bahwa “konsumsi  barang telah menjadi sumber kenikmatan yang paling besar dan tolak ukur prestasi manusia yang paling tinggi”. Dengan demikian yang terjadi adalah symbol-simbol genggsi keinginan manusia yang tidak terbatas dan teratur. Hasilnya : setiap orang bekerja keras hanya untuk memburu kesenangan materi sehingga tidak cukup waktu untuk pemenuhan kebutuhan spritual
Minimnya kebutuhan spritual mengakibatkan peningkatan kesejahteraan tidak diikuti oleh pemerataan social ekonomi. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Sikap individualistis adalah salah satu penyebabnya. Penyebab lain al:
Pertama : secara factual dan syar’I praktek ribawi sudah mendarah daging di dalam tubuh bangsa Indonesia baik secara individu maupun secara negara. Secara individu misalnya mungkin  lebih 50 % jumlah penduduk Indonesia diperkirakan pernah melakukan transaksi ribawi dalam kegiatan ekonominya. Secara negara, praktek ribawi sudah menjadi tulang punggung perekonomian. Makanya 30 % dari APBN digunakan untuk membayar bunga hutang. Jumlah ini jauh melebihi anggaran pendidikan. Jadilah ribalah diantara penyebab keterpurukan ekonomi, krisis dan ketidakstabilan ini. Negara kita sudah terjerat dalam perangkap rentenir dunia. Allah berfirman : “ Orang-orang yang memakan (mengambil)  riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinyaorang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila….QS. Al-Baqarah : 275”
Kedua : Lebih dominannya (baca: monopoli) sector finasial/non-riil yang ribawi dibandingkan sector riil (baca: UKM-UMKM) yang potensial dan mestinya diproduiktifkan Karena mereka adalah mayoritas dibandingkan hanya 2000 pemain asing yang menguasai bursa saham Indonesia. Makanya wajar kalau perbaikan kesejahteraan ekonomi rakyat kecil jauh dari harapan.
SOLUSI ISLAM,
            Sangat mungkin dan nyata jika krisis dapat terulang, selama ekonomi kapatalis (ribawi) yang diterapkan , selama itu pula krisis tidak akan pernah hilang (tidak dapat berdiri….ini janji Allah, sesungguhnya Allah tidak mungkir janji). Karenanya sudah saatnya kita menjauhi system ekonomi kapitalis (ribawi) menggantikannya dengan system Ekonomi Islam. Sudah waktunya kita berperang melawan kapitalis global lalu mencontoh Rasulullah dan para sahabat yang telah berhasil menjadikan ekonomi non-ribawi sebagai dasar perekonomian negara.
            Dalam ekonomi Islam diajarkan konsep keberpihakan dan keadilan  pada rakyat kecil. Islam melarang kita menganiaya karenanya tidak ada satupun pemenuhan kebutuhan (kehidupan) hanya bersifat materi saja tetapi juga bersiafat imateri (spritual). Dari Islamlah kemudian muncul konsep-konsep ekonomi seperti konsep bagi hasil, murabahah (jual beli), Mudharabah, musyarakah (bersyarikat) dll  serta konsep yang memandang  bahwa setiap harta yang kita miliki  ada terselip  hak orang lain (2,5 %- 10 % zakat, infak dan shadaqah). Kalau konsep-konsep ini diterapkan maka terjadilah pemerataan kesejahteraan ekonomi, jurang antara si kaya dan si miskin semakin tipis dan pada akhirnya krisis bisa kita cegah. Yakinlah Islam membawa rahmat bagi seluruh alam…Wallahu a’lam.

                                                                                                            Kotabaru,2013


                                                                                                      

















0 Komentar untuk "EKONOMI ISLAM MENCEGAH KRISIS TERULANG"