Hadits Tentang Menghormati Orang Tua dan Guru
1. Menghormati Orang Tua
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ
صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ
أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang
datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai
Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu
‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya,
‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’
Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab,
‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971
dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut
menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga
kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu
‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah
hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa
menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil,
kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak,
hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki
oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. Ada banyak bukti, bahwa
berbakti kepada kedua orang tua –dalam wacana Islam- adalah persoalan utama,
dalm jejeran hukum-hukum yang terkait dengan berbuat baik terhadap sesama
manusia. Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah cukup menegaskan wacana ‘berbakti’
itu, dalam banyak firman-Nya, demikian juga RasulullahSallallahu ’Alaihi Wa
Sallam dalam banyak sabdanya, dengan memberikan ‘bingkai-bingkai’ khusus, agar
dapat diperhatikan secara lebih saksama.
Imam An-Nawaawi menjelaskan, “Arti birrul
waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap baik kepada
keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka bergembira, serta
berbuat baik kepada teman-teman mereka.” Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa
birrul waalidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat direalisasikan dengan
memenuhi tiga bentuk kewajiban: Pertama: Menaati segala perintah orang tua,
kecuali dalam maksiat. Kedua: Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua,
atau diberikan oleh orang tua. Ketiga: Membantu atau menolong orang tua, bila
mereka membutuhkan.
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا
تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ
عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا
تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ
الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
(24) “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku waktu kecil." (QS. Al-Isra: 23-24).
Ini adalah perintah untuk mengesakan
Sesembahan, setelah sebelumnya disampaikan larangan syirik. Ini adalah perintah
yang diungkapkan dengan kata qadha yang artinya menakdirkan. Jadi, ini adalah
perintah pasti, sepasti qadha Allah. Kata qadha memberi kesan penegasan
terhadap perintah, selain makna pembatasan yang ditunjukkan oleh kalimat
larangan yang disusul dengan pengecualian: “Supaya kamu jangan menyembah selain
Dia…” Gaya bahasa yang digunakan al-Quran dalam memerintahkan sikap bakti
kepada orang tua ialah datang serangkai dengan perintah tauhid atau ke-imanan,
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia“ .
Dalam artian setelah manusia telah mengikrakan ke-imanannya kepada Allah, maka
manusia memiliki tanggungjawab kedua, yaitu “Dan hendaklah kamu berbuat baik
pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”. Jika kita bertanya, mengapa perintah
birrul walidain begitu urgen sehingga ia datang setelah proses penghambaan
kepada Allah Subhanahu Wata’ala?? Al-Quran Kembali menjawab
حَمَلَتْهُ
أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا
“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh
bulan”(Al-Ahqaf: 15).
Ketika orangtua berumur muda, kekuatan fisik
masih mengiringinya, sehingga ia bertanggungjawab untuk mendidik dan
membesarkan anak-anaknya. Namuun saat mereka berumur tua renta, dan anaknya
sudah tumbuh dewasa berbaliklah roda tanggung jawab itu. Para pembantu mungkin
mampu merawatnya, menunjukkan sesuatu yang tidak lagi bisa dilihatnya,
mengambilkan sesuatu yang tidak lagi bisa diambilnya dan mengiringnya dari
suatu temnpat ke tempat lain. Namun ada satu hal yang tidak pernah bisa
diberikan oleh pembantu, ialah cinta dan kasih sayang. Hanya dari sang buah
hatilah rasa cinta dan kasih sayang dapat diraihnya. Kedua orang tua secara
fitrah akan terdorong untuk mengayomi anak-anaknya; mengorbankan segala hal,
termasuk diri sendiri. Seperti halnya tunas hijau menghisap setiap nutrisi
dalam benih hingga hancur luluh; seperti anak burung yang menghisap setiap
nutrisi yang ada dalam telor hingga tinggal cangkangnya, demikian pula
anak-anak menghisap seluruh potensi, kesehatan, tenaga dan perhatian dari kedua
orang tua, hingga ia menjadi orang tua yang lemah jika memang diberi usia yang
panjang. Meski demikian, keduanya tetap merasa bahagia! Adapun anak-anak,
secepatnya mereka melupakan ini semua, dan terdorong oleh peran mereka ke arah
depan. Kepada istri dan keluarga. Demikianlah kehidupan itu terdorong. Dari
sini, orang tua tidak butuh nasihat untuk berbuat baik kepada anak-anak. Yang
perlu digugah emosinya dengan kuat adalah anak-anak, agar mereka mengingat
kewajiban terhadap generasi yang telah menghabiskan seluruh madunya hingga
kering kerontang. Al-Quran memberikan pengkhususan dalam birrul walidain ini
saat kondisi mereka tua renta, yaitu:
1. Jangan
mengatakan kata uffin (ah)
2. Jangan
membentak
3. Ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.
4. Rendahkanlah
dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan
5. Dan
do’akanlah mereka. Kata uffin dalam bahsa Arab berati ar-rafdu (menolak).
Jadi janganlah kita mengatakan kata-kata yang
mengandung makna menolak, terkhusus dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena
pada umur lanjut inilah kebutuhan mereka memuncak, hampir pada setiap hitungan
jam mereka membutuhkan kehadiran kita disisinya. Sedimikian pentingnya perintah
birrul walidain ini, sehingga keridhoan mereka dapat menghantarkan sang anak
kedalam surga-Nya. Rasulullah saw bersabda “Barang siapa yang menajalani pagi
harinya dalam keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju
syurga. Barang siapa yang menjalani sore keridhoan orang tuanya, maka baginya
dibukakan dua pintu menuju syurga. Dan barang siapa menjalani pagi harinya
dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka.
Dan barang siapa menjalani sore harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka
baginya dibukakan dua pintu menuju neraka ”.(HR. Darul Qutni dan Baihaqi)
Dengan demikian merugilah para anak yang hidup bersama orang tuanya di saat tua
renta namun ia tidak bisa meraih surga, karena tidak bisa berbakti kepada
keduanya. Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam mengatakan tentang ihwal
mereka :
عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
« رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا
أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ ا لْجَنَّةَ ».
“Dari Suhaili, dari ayahnya dan dari Abu Hurairah. Rosulullah
Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda : ”Merugilah ia (sampai 3 kali). Para
Shahabat bertanya : ”siapa ya Rosulullah?Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallam bersabda :“Merugilah seseorang yang hidup bersama kedua orang tuanya
atau salah satunya di saat mereka tua renta, namun ia tidak masuk surga” (HR.
Muslim).
Terkait cara berbakti kepada orang tua,
memulai dengan perkataan yang baik. Kemudian diiringi denganmeringankan apa-apa
yang menjadi bebannya. Dan bakti yang tertinggi yang tak pernah dibatasi oleh
tempat dan waktu ialah DOA. Do’a adalah bentuk bakti anak kepada orang tua
seumur hidup-nya. Do’alah satu-satunya cara yang diajarkan Rasulullah
Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambagi anak-anak yang pernah menyakiti orangtuanya
namun mereka meninggal sebelum ia memohon maaf kepadanya. Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambersabda :
“Bahwasanya akan ada seorang hamba pada hari kiamat nanti yang diangkat
derajatnya, kemudian ia berkata “Wahai tuhanku dari mana aku mendapatkan
(derajat yang tinggi) ini??. Maka dikatakanlah kepadanya “Ini adalah dari
istighfar (doa ampunan) anakamu untukmu” (HR.Baihaqi) Adapun doa yang
diajarkan, ialah sebagaimana termaktub dalam al-Quran :
وَقُلْ رَبِّ
ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرً
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (Al-Isra’: 24).
Itulah ingatan yang sarat kasih sayang.
Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh kedua orang tua. Dan
keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan membutuhkan
penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati
keduanya, karena rahmat Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih
menyeluruh. Allah Subhanahu Wata’ala lebih mampu untuk membalas keduanya atas
darah dan hati yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh
anak-anak. Al Hafizh Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya dari
Buraidah dari ayahnya: “Seorang laki-laki sedang thawaf sambil menggendong
ibunya. Ia membawa ibunya thawaf. Lalu ia bertanya kepada NabiSallallahu
’Alaihi Wa Sallam, “Apakah aku telah menunaikan haknya?” Nabi Sallallahu
’Alaihi Wa Sallammenjawab, “Tidak, meskipun untuk satu tarikan nafas kesakitan
saat melahirkan.” Dalam ayat lain Al-Quran mengajar doa yang begitu indah,
ialah doa yang mencakup bagi kita, orang tua dan keturunan kita :
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ
أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ
أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ
إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Ya Allah.., tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau
yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat
berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan
(memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau
dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (Al-Ahqaf :
15).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا
الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ
كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ
وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ
الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً
تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ
الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua
orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh
bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun
ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang
telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat
berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan
(memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau
dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf :
15)
Ayat diatas menjelaskan akan hak ibu terhadap
anaknya. Ketahuilah, bahwasanya ukuran terendah mengandung sampai melahirkan
adalah 6 bulan (pada umumnya adalah 9 bulan 10 hari), ditambah 2 tahun menyusui
anak, jadi 30 bulan. Sehingga tidak bertentangan dengan surat Luqman ayat 14
(Lihat Tafsiir ibni Katsir VII/280)
وَوَصَّيْنَا
الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ
فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami
tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan
selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar
daripada kepada ayah.
2. Dosa-dosa Besar
Diriwayatkan dari Rasulullah Saw, bahwa beliau
bersabdah:
اَعْظَمُ الذُّ نُوْبِ عِنُدَ اللهِ
تَعَا لَي اَصْغَرُ هَاعِنْدَ النَّا سِ وَاَصْغَرُالذُّ نُوْبِ عِنْدَاللهِ تَعَا
لَي اَعْظَمُهَا عِنْدَ النَّا سِ .
“dosa yang paling besar di sisi Allah Ta’ala adalah dosa yang
(dianggap) kecil oleh manusia. Sedangkan dosa yang paling kecil di sisi Allah
Ta’ala adalah dosa yang (dianggap) paling besar oleh manusia.”
Al-Faqih
menjelaskan, bahwa apabila seseorang yang melakukan perbuatan dosa itu menganggap
dosa yang dilakukannya itu sangat besar, maka ia pun merasa takut dan segera
bertaubat, sehingga dosa itu pun diampuni dan dianggap kecil oleh Allah. Adapun
jika dosa itu dianggap kecil oleh yang melakukannya, sehingga ia terus menerus
mengulanginya, maka dosa itu menjadi besar di sisi Allah. Hal inni di dasarkan
perkataan sahabat sebagai berikut:
لَاصَغِيْرَةَ مَعَ
اْلإِصْرَارِوَلَا كَبِيْرَةَ مَعَ اْلإِ سْتِغْفَارِ.
“tidak dianggap dosa kecil jika dilakukan terus menerus dan
tidak dianggap dosa besar jika mohon ampun.”
Diriwaytkan
dari Awwam bin Hausyab, ia berkata, “ada empat hal yang dilakukan setelah
perbuatan dosa yang lebih jelek dari perbuatan dosa itu sendiri, yaitu:
menganggap kecil (meremehkan), merasa tidak apa-apa, merasa senang, dan
terus-menerus melakukan dosa itu.”
Al-Faqih
mengingatkan, agar jangan sampai salah memahami ayat:
مَنْ جَاءَ بِا
لْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُاَمْثَا لِهَا وَمَنْ جَاءَ بِا لسَّيِّءَةِ فَلَا
يُجْزَي اِلاَّ مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمَوْنَ.
“barang siapa yang membawa amal yang baik, maka baginya (pahala)
sepuluh kali lipat amalnya, dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat,
maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya,
seddang mereka sedikitpun tidak dianiaya/dirugikan.” (QS.Al-An’am:160)
Sebab, ada beberapa persyaratan bagi amal yang
baik agarbisa dibawa nanti pada hari kiamat. Mengerjakan amal baik itu mudah
bagi orang yang memang mau mengerjakannya, namun yang sukar adalah bagaimana
agar amal baik itu bisa dibawa nanti pada hari kiamat. Sedangkan perbuatan
jahat, walaupun hanya dibalas seimbang, namun ia mempunyai 10 dampak negatif,
yaitu:
a. Apabila
seseorang melakukan perbuatan jahat, berarti ia membuat murka Dzat yang
menciptakannya, padahal dia berkuasa pada dirinya setiap saat.
b. Dengan
perbuatan jahat itu, ia telah membuat senang iblis yang merupakan musuh Allah
dan musuh dirinya.
c. Menjauhkan
diri dari tempat yang paling baik, yaitu surga
d. Mendekatkan
diri pada tempat yang paling jelek, takni dirinya sendiri
e. Mengotori
dirinya sendiri
f. Mengganggu
malaikat yang tidak pernah mengganggunya, yakni para malaikat yang menjga
dirinya
g. Membuat
Nabi Saw. Merasa sedih di dalam kuburnya
h. Memprsaksikan
kepada siang dan malam atas kejahatan dirinya serta siang dan malam itu
terganggu dan merasa sadih kerenanya
i. Menghianati
semua makhluk, baik manusia maupun yang lainya.
Penghianatan kepada sesama manusia itu jika
seseorang memerlukan kesaksiannya, maka kesaksiannya tidak dapat diterima,
mengingat dosa yang pernah dilakukannya. Dengan demikian, perbuatan dosa itu
meniadakan hak temannya. Sedangkan penghianatan kepada sesama makhluk selain
manusia, karena perbuatan dosanya itu dapat menyebabkan berkurangnya hujan.
0 Komentar untuk "Hadits Tentang Menghormati Orang Tua dan Guru"